Home Politik Sistem Proposional Tertutup Bisa Perkuat Parpol

Sistem Proposional Tertutup Bisa Perkuat Parpol

Jakarta, gatra.com - Ketua Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) , Johi Rohi mengatakan pihaknya cenderung mendukung diselenggarakannya pemilu dengan sistem proporsional tertutup, namun harus dengan catatan dan para kondisi yang sesuai. Menurutnya, Sistem proporsional tertutup bisa saja menjadi saluran dari apa yang dibutuhkan sistem politik dalam negeri, yaitu memperkuat partai politik dan menjadikan parpol lebih profesional dan punya kedekatan dengan masyarakat.
 
Menurut Joko, belum tentu jikalau nantinya sistem proporsional tertutup kemudian ditetapkan, maka kemudian berarti sistem tersebut tidak memiliki mekanisme atau rumusan pola dimana parpol bisa mendekatkan diri pada masyarakat.
 
"Karena itu, kalau kita sepakat bahwa kebutuhan saat ini dalam sistem politik Indonesia adalah menyehatkan partai politik, dalam konteks membuat partai politik sehat dan profesional, maka paling mungkin ada di dalam sistem tertutup," jelas Jojo dalam sebuah Diskusi Daring, Minggu (7/6).
 
Disampaikan Jojo, Yang menjadi problem selama ini adalah sistem terbuka membuat pola rekrutmen internal menjadi kurang sehat. Dirinya mencontohkan, sistem terbuka membuat munculnya ketidakadilan kepada kader partai yang sudah bertahun-tahun berkeringat untuk membesarkan partai, namun dalam satu momen elektoral. Kemudian harus mundur karena kehadiran sosok yang lebih punya popularitas dan modal yang banyak.
 
"Misalnya, tiba-tiba kemudian ada artis, atau figur yang cukup dikenal, yang sebetulnya dia bukan asli kader parpol tersebut. Nah, tiba-tiba dia bisa nyelonong masuk dalam barisan Caleg yang ditawarkan parpol tersebut. Tentu itu tidak fair," Ujar Jojo.
 
Oleh karenanya, sistem tertutup dapat menjadi alternatif, bahwa itu akan menyehatkan pola rekrutmen di internal parpol. Namun, Jojo juga tidak menampik adanya potensi oligarki parpol yang makin menguat dikala sistem tertutup diterapkan, dan juga berkurangnya partisipasi publik dalam menentukan Caleg.
 
"Kalau itu problemnya, maka perlu didesak pada parpol, untuk membuat pola rekrutmen yang lebih terbuka atau dapat diakses publik. Misal, Partai konservatif di Inggris mereka punya konvensi pemilih yang terdiri dari anggota parpol, sehingga ini mengurangi dominasi elite parpol," jelas Jojo.
 
Selain itu, parpol juga dapat didesak oleh publik untuk menentukan kriteria internal, dan kalau perlu hal tersebut diatur dala Undang-Undang. "Misal, Caleg yang diajukan tidak boleh terlibat dalam tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang ancamannya bisa diatas 5 tahun. Ini klausul yang bisa kita desakkan ke parpol," pungkasnya.
278