Home Milenial Materi Sejarah Harus Disinergikan dengan Mata Pelajaran Lain

Materi Sejarah Harus Disinergikan dengan Mata Pelajaran Lain

Surabaya, Gatra.com - Pemerintah memang sudah menyatakan tidak akan menghapus mata pelajaran sejarah untuk jenjang SMA dan SMK. Meski demikian, sejumlah pakar dan akademisi, masih berharap ada perhatian terhadap bidang keilmuan tersebut.

Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Surabaya (UNS), Aminuddin Kasdi, salah satunya. Amunuddin ingin agar mata pelajaran sejarah tidak dihapus dan harus dikembalikan ke kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diterapkan pada tahun ajaran 1994 lalu.

"Singkat kata, kurikulum [mata pelajaran] sejarah harus dikembalikan ke kurikulum 1994. Selain itu, sejarah juga harus diberikan kepada [penjurusan] IPA, IPS, dan Bahasa, serta siswa SMK," kata Aminuddin kepada Gatra.com, Jumat (25/9).

Yang dimaksud pemberian materi sejarah untuk semua penjurusan adalah integrasikan dengan mata pelajaran lain. Aminuddin mencontohkan, materi sejarah dapat bersinergi dengan mata pelajaran yang bermuatan teknis.

Mata pelajaran yang diajarkan di SMK, misalnya. Contoh lain, materi sejarah juga dapat disinergikan dengan mata pelajaran ekonomi pada penjurusan IPS.

"Isi materinya, dapat berupa [sejarah] perkembangan sosial dan ekonomi. Sedangkan yang sastra [atau bahasa], yakni materi sejarah yang ada hubungannya dengan sosial dan budaya," ujar Aminuddin.

Meski demikian, bukan tanpa kendala. Pemerintah perlu mengoordinasikan konsep sinergi tersebut dengan lembaga terkait. Antara lembaga pusat kurikulum yang di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) misalnya.

Aminuddin berpendapat, pihak LIPI akan mengalami kesulitan ketika harus menyinergikan ilmu pengetahuan yang bersifat teknis dengan materi sejarah.

"Jadi, [pemahamana materi] sejarah antara siswa IPA, IPS, dan SMK akan sama. Mungkin, jam pelajarannya saja yang berbeda. Itu yang enggak terpikir sama pusat kurikulum. Makanya, [penghapusan mata pelajaran sejarah] disamaratakan," katanya.

Selain itu, Aminuddin juga berharap ada pengubahan terkait cara para guru ketika memberikan materi atau pelajaran sejarah. Yang sejak dahulu pemberian materi sejarah lebih banyak dituturkan, sekarang para guru harus mampu mendorong siswa untuk lebih aktif mencari bukti-bukti sejarah.

Dengan demikian, siswa tidak lagi hanya terpaku dengan fakta-fakta sejarah dari yang tertulis di banyak buku sejarah. Di sisi lain, para guru sejarah juga dituntut untuk memiliki wawasan (view of standing) yang luas terkait materi sejarah yang diberikan.

"Sekarang, kita harus [memberikan materi sejarah] dengan pendekatan scientific arau keilmuan. Sehingga, siswa dapat mencari sendiri [fakta sejarah] dengan sumber-sumber yang ada, baik dari literatur maupun narasumber langsung. Itulah [contoh] merdeka belajar," tuturnya.

Lagi-lagi, meski sulit bukan tidak mungkin apabila materi sejarah disinergikan dengan mata pelajaran lain. Apalagi dengan mempertimbangkan dampak negatifnya apabila pelajaran sejarah dihilangkan atau menjadi materi pilihan siswa.

Pertama, siswa dapat melupakan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Terutama siswa SMK dan SMA pada penjurusan IPA. Kegiatan belajar yang tentu didominasi dengan mata pelajaran bersifat teknis, akan menggerus pengetahuan dan pemahaman siswa tentang jati diri sebagai orang Indonesia.

Sedangkan saat ditanya soal statement Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon, yang mengatakan bahwa penghapusan mata pelajaran sejarah adalah skandal, Aminuddin juga sependapat. Ia menduga ada kelompok tertentu yang ingin mengaburkan atau bahkan menghilangkan fakta sejarah.

Tentu, jika mata pelajaran tersebut dihapuskan, akan banyak sejarah Indonesia yang penting dan kontroversial hilang begitu saja. Aminuddin mencontohkan sejarah kelam tentang kudeta di Indonesia yang berujung pada pembantaian oknum-oknum yang diduga terkait Partai Komunis Indonesia (PKI).

656