Home Kebencanaan Rawan Bencana, 533.491 Anak di NTB Harus Segera Divaksin

Rawan Bencana, 533.491 Anak di NTB Harus Segera Divaksin

Mataram, Gatra.com - Provinsi NTB berdasarkan data dari Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) tercatat sebagai salah satu Provinsi dengan tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi. 

Gempa dahsyat 5 Agustus 2018 lalu yang memporak-porandakan Pulau Lombok, menjadi salah satu kenyataan bahwa NTB itu rawan bencana. 

Bukan itu saja, bencana alam lainnya seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung kerap juga terjadi di provinsi yang memiliki dua Pulau besar ini.

Rentetan bencana silih berganti yang menimpa NTB itu tentu saja berdampak pada psikologis anak khususnya di daerah yang terdampak bencana. 

Untuk itu,Pemprov NTB bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) RI bekerja sama dan berkolaborasi membangun penguatan psikososial anak di daerah rawan bencana.

“Sejak Kamis hingga Jumat (19-20) Pemprov NTB dan Kementerian P3A menggelar Suvervisi Dukungan Psikososial Lembaga Layanan Berbasis Masyarakat Di Kawasan Kebencanaan. Provinsi NTB menjadi tuan rumah mengingat Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, Husnanidiaty Nurdin, di Mataram, Jumat (20/8).

Dikatakan, selain sebagai daerah dengan tingkat kerawanan yang cukup tinggi, NTB saat ini juga dihadapkan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap anak. 

“Untuk mencegah penularan dan dampak kesehatan dari Covid-19 terhadap anak, pemerintah terus berupaya mempercepat serapan vaksin terhadap anak, terutama yang berusia antara 12 sampai 18 tahun,” katanya.

Data yang dihimpun, kata Husnanidiaty, di NTB saat ini ada sekitar 533.491 anak yang harus di vaksin. Namun hingga saat ini baru 19.698 yang telah divaksin dosis I dan 8.650 yang telah divaksin dosis II. 

Pemerintah Provinsi NTB akan terus berupaya melakukan sosialisasi dan edukasi termasuk akan melakukan kegiatan vaksin masal, sehingga seluruh pihak dapat ikut membantu memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap pentingnya vaksinasi Covid-19 kepada anak.

Ia menyebutkan awal bulan September mendatang pihaknya bekerja sama dengan Dikbud dan Pramuka akan mencoba melakukan kegiatan vaksin masal kepada para siswa. 

“Harapannya agar pelatihan ini dapat diikuti dengan baik seluruh peserta dari relawan lembaga layanan berbasis masyarakat dan beberapa perangkat daerah terkait. Kegiatan ini juga diikuti peserta dari Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Maluku Utara,” katanya.

Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kementerian PPPA, Elvi Handraeni menyatakan, mengingat NTB rawan terjadi bencana dan untuk bisa mempersiapkan keadaan darurat terutama terkait perlindungan terhadap anak maka diperlukan upaya pencegahan, yang salah satunya dengan meningkatkan kewaspadaan.

“Dengan bimbingan teknis seperti ini diperlukan, jika sewaktu-waktu terjadi bencana para peserta dapat melakukan perlindungan terhadap kelompok rentan. Salah satu kelompok rentan selain perempuan di dalam bencana adalah anak,” kata Elvi.

Menurutnya, menghadapi bencana, anak mempunyai banyak sekali kebutuhan yang harus diperhatikan. Antara lain keselamatan, pendidikan dan psikologisnya. Dampak lainnya yakni masalah perkawinan anak dan trafficking. Anak harus dicarikan solusi untuk mengurangi trauma tersebut.

Dikatakan, masih maraknya gangguan psikososial yang berujung depresi terhadap anak dan remaja menjadi kekhawatiran tersendiri. Gangguan psikososial terhadap anak dan remaja tak tertangani karena banyak yang tidak peka. 

"Saat ini masih banyak pihak yang tidak peka melihat perubahan perilaku anak-anak yang sebenarnya merupakan indikasi awal kecenderungan gangguan psikososial akibat bencana," ujar Elvi.

The Save Children pendamping anak penyintas bencana, Zubaidi mengungkapkan, anak-anak yang terdampak oleh bencana pun bisa mengalami dampak psikologis seperti stres. 

Anak yang kehilangan orangtuanya mengalami rasa tidak aman karena kehilangan figur yang melindungi. Anak tidak bisa melanjutkan sekolah karena rusaknya bangunan sekolah, tidak terpenuhi haknya untuk mendapatkan akses pendidikan dan pengetahuan.

“Pemerintah baik pusat maupun daerah adalah penanggungjawab utama dalam perlindungan dan penanggulangan bencana berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, termasuk memberikan perlindungan kepada kelompok rentan, seperti anak, ibu hamil dan menyusui serta lansia.

Dikatakan bahwa perlindungan anak korban bencana bisa dilakukan melalui upaya pendampingan psikososial, dari pengobatan sampai pemulihan untuk mencegah anak mengalami dampak yang lebih buruk dan terhindar dari perlakukan kekerasan. 

Dukungan psikososial dalam situasi bencana tidak hanya dapat dilakukan oleh petugas profesional tetapi juga dapat dilakukan oleh relawan non profesional asalkan sudah terlatih. 

“Dukungan psikososial diperlukan pendekatan dan teknik khusus yang sesuai dan mudah dipahami oleh anak sehingga para relawan yang memberikan pendampingan untuk anak sangat memerlukan pelatihan terlebih dahulu,” kata Zubaidi.

1290