Home Ekonomi RUU HKPD Dibahas, Pemprov Cemas

RUU HKPD Dibahas, Pemprov Cemas

Pekanbaru,Gatra.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang berpeluang merubah opsen pajak membuat cemas Pemerintah Provinsi Riau.  Adapun opsen pajak merupakan pungutan tambahan atas pajak dengan persentase tertentu oleh pemerintah daerah.
 
Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau, Herman, perubahan opsen tersebut memberatkan Pemerintah Provinsi.  "Kalau opsen itu dirubah dari 70 persen untuk provinsi 30 persen untuk kabupaten/kota, menjadi 60:40 kita keberatan. Karena infrastruktur pungut pajak itu yang bangun provinsi sementara mereka terima bersih," urainya kepada Gatra.com di Pekanbaru, Senin (11/10). 
 
Diketahui,berdasarkan draf RUU HKPD, opsen pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah provinsi berbeda dengan pemerintah kabupaten/kota. Jika opsen untuk pendapatan asli daerah (PAD) provinsi berlaku atas pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), maka opsen untuk PAD kabupaten/kota diterapkan pada PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
 
Saat ini komponen PKB dan BBNKB merupakan objek pajak bagi Pemerintah Provinsi selain Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP) hingga pajak rokok. Sedangkan objek pajak yang dipungut Pemerintah Kabupaten/kota diantaranya; pajak hotel,restoran, hiburan, reklame, parkir, hingga air tanah, hingga mineral bahan logam dan batuan (MBLB) . 
 
Herman menuturkan, meskipun perubahan regulasi tersebut memberi ruang bagi pemerintah provinsi memungut pajak MBLB, namun hal itu belum sebanding dengan infrastruktur pungutan pajak yang sekian tahun berada dalam naungan provinsi. 
 
"Untuk MBLB sendiri kita belum mengukur potensinya seperti apa, karena memang itu bukan kewenangan kita selama ini. Tapi yang jelas samsat-samsat itu kita yang bangun," gumannya.  Adapun PAD Riau pada tahun 2020 bekisar Rp3,9 triliun, dengan porsi terbesar berasal dari pajak daerah senilai Rp3,3 triliun, disusul lain-lain PAD yang sah senilai Rp420 miliar, kemudian hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp148 miliar, dan terakhir retribusi daerah senilai Rp24 miliar.
 

 

228