Home Hukum Ngabuburit Peradi Jakbar Bahas soal Royalti

Ngabuburit Peradi Jakbar Bahas soal Royalti

Jakarta, Gatra.com – DPC Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Barat (Peradi Jakbar) terus berupaya meningkatkan kualitas anggotanya di berbagai bidang, di antaranya soal royalti lagu dan musik yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Ketua DPC Peradi Jakbar, Suhendra Asido Hutabarat di Jakarta, Jumat (29/4), menyampaikan, untuk itu, webinar Ngabuburit Online Seri 2 bertajuk “Royalti Musik dan Lagu” pada pekan ini, pihaknya menghadirkan beberapa narasumber kompeten di bidangnya.

Ada pun pembicaranya, yakni Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkum HAM, Aggoro Dasanto; Kepala Subdit Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif DJKI Kemenkum HAM/Pakar Hak Cipta, Agung Damarsasongko; Music Director, Composer, Director of Magenta Orchestra, Andi Rianto; dan Chief of Licencing dan Copyrigts WAMI, Meidi Ferialdi.

Agung menyampaikan, untuk memungut royalti lagu atau musik ini merupakan tugas dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Musikus harus mendaftarkan karyanya di satu LMKN. Sedangkan untuk pembayaran royaltinya, musisi tersebut bisa memberikan kuasa kepada LMKN lain.

“Contohnya, sekarang bisa saja seorang pencipta lagu atau artis atau penyanyi itu, dia bisa di LMK A kemudian dia minta kuasanya memberikan kepada LMK B. Tapi lagunya tetap ada di data base. Cuman memberikan kuasanya ke LMKN lain,” ujarnya.

Andi mengatakan, musikus tentunya berharap bisa menerima royalti secara proporsional, yakni mendapatkan sesuai jumlah penayangan dari karya tersebut. “Kita ingin mendapatkan hak kita,” katanya.

Meidi menambahkan, untuk menentukan jumlah besaran royalti yang harus diterima musikus, tentu harus berdasarkan data akurat. Sedangkan ketika tidak ditunjang laporan data akurat atau bersifat gelodongan, itu tergantung kebijakan dari LMKN.

“Kalau di WAMI kita membuat aturan sendiri kalau tidak ada laporan, kita harus membuat satu sampling atau survei. Misalnya mendapatkan royalti itu dari satu tempat, misalnya restoran. Restoran ini kira-kira memakai lagu dari radio atau dia memakai lagu dari platform digital, misalnya Spotify,” ujarnya. 

Dari total royalti yang dihimpun, lanjut Meidi, WAMI mengalokasikan sebanyak 20% untuk unclean. Ini jaga-jaga kalau ada musikus yang mempersoalkan mengapa tidak mendapat royalti padahal lagunya diputar di suatu restoran berdasarkan bukti atau data.

“Nanti kita lihat, [jika ternyata] benar, kita proses. Tadi ada dana cadangan tadi, unclean tadi yang kita distribusikan kepada pemegang hak sesuai data yang kita terima. Jadi kembali ke masing-masing LMKN dalam membuat aturan,” ujarnya.

Aturan tersebut tentunya sudah disampaikan kepada musikus di awal perjanjian, yakni ketika dia mendaftar sebagai anggota LMKN. Aturan tersebut telah disepakati kedua belah pihak.

Agung menambahkan, tidak mudah untuk mendapatkan data akurat berapa kali suatu karya ditampilkan atau diperdengarkan kepada publik. Ketika karyanya masuk platform digital, ini sangat mudah karena akan tercatat.

Agung mengungkapkan, ada cara tersendiri agar musikus atau artis lawas tetap mendapatkan royalti. Ini kerap dipraktikkan oleh musikus internasional, yakni dengan mendaur ulang karyanya sehingga bisa dinikmati oleh generasi saat ini.

“Makanya banyak kenapa musisi di luar negeri ketika dia sudah penyanyi tahun 80-an, supaya dia bisa me-refresh lagu kepada kaum milenial, maka dia membuat lagi remix lagunya dan melibatkan penyanyi-penyanyi yang baru,” ujarnya.

Ia melanjutkan, ada lagu yang sempat menjadi best seller pada era 1980-an. Setelah di-remix, lagunya kembali menjadi best seller. Ini merupakan salah satu startegi bagi musikus lawas untuk tetap mendapat royalti di era kekinian.

“Justru tantangan sebenarnya buat para musisi untuk menghasilkan karya-karya baru lagi,” katanya.

Andi menimpali, sekitar 1990-an membuat lagu “Bahasa Kalbu” bersama Titi DJ dan Dorie Kalmas. Lagu ini sempat meledak atau sukses di pasaran para era tersebut. Remix ini juga turut mendongkrak lagu sebelumnya.

“Setelah 22 tahun, kemudian saya merilis lagi, istilahnya remix. Jadi itu jadi lagi. Alhamdulillah royaltinya juga masuk. Sebenarnya lagu yang dinyanyikan oleh Titi DJ naik juga. Jadi memang harus terus berkarya. Kita bisa mendaur ulang membuat suatu karya,” katanya.

191