Home Hukum Ahli Bahasa Kuatkan Dakwaan soal Tempat 'Jin Buang Anak' Perkara Edy Mulyadi

Ahli Bahasa Kuatkan Dakwaan soal Tempat 'Jin Buang Anak' Perkara Edy Mulyadi

Jakarta, Gatra.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang diketuai Adeng Abdul Kohar kembali menggelar sidang perkara “Tempat Jin Buang Anak” yang membelit terdakwa Edy Mulyadi.

Pada persidangan Selasa (26/7), kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Bani Immanuel Ginting, agendanya mendengar keterangan ahli bahasa Prof. Andhika Dutha Bachari, S.Pd., M. Hum.

“Keterangan yang disampaikan oleh ahli dalam persidangan tersebut menguatkan pembuktian dakwaan yang disangkakan Penuntut Umum terhadap terdakwa Edy Mulyadi,” katanya.

Menurut Bani, Prof. Andhika menjelaskan bahwa metafor itu perumpamaan, perubahan kata baru. Metafor terkait ungkapan Jin Buang Anak berarti tempat yang terpencil. Menurut orang Baduy artinya adalah tempat yang tidak tersentuh pembangunan.

“Jika disematkan akan sangat wajar jika itu menimbulkan kemarahan karena ungkapan tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah hinaan,” katanya.

Meski demikian, Prof. Andhika menyampaikan, sebaiknya ucapan terdakwa Edy soal “Tempat Jin Buang Anak” ditanyakan kepada masyarakat Kalimantan mengenai bagaimana tersinggungnya, karena akan sangat berbeda perasaannya.

Bani menyampaikan, persidangan berjalan lancar. Majelis hakim menunda persidangan dan akan dilanjutkan kembali pada Kamis, 28 Juli 2022, pukul 09.00 WIB dengan agenda permintaan keterangan ahli.

Terdakwa Edy Mulyadi harus berurusan dengan hukum karena celotehannya di YouTube soal calon ibu kota negara baru Indonesia di Kalimantan Timur (Kaltim). Dia menyebut wilayah calon ibu kota baru Indonesia ini dengan istilah “tempat jin buang anak”.

Pernyataan tersebut kemudian menjadi polemik di publik. Edy pun dilaporkan ke polisi hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Saat akan menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, dia menyampaikan permohonan maaf atas ucapan tersebut.

“Saya enggak mau bilang itu ungkapan atau bukan. Saya kembali minta maaf sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya,” kata dia.

Secara spesifik, Edy meminta maaf kepada berbagai suku yang mendiami Pulau Kalimantan. Ia mengaku tak memusuhi suku-suku di Kalimantan, melainkan memusuhi ketidakadilan yang terjadi di Kalimantan. Menurutnya, Kalimantan seharusnya dapat lebih maju dibanding sekarang karena mempunyai sumber daya alam (SDA) yang banyak.

"Musuh saya dan musuh kita adalah ketidakadilan. Dan siapa pun pelakunya yang hari hari ini dilakonkan oleh para oligarki melalui tangan-tangan pejabat publik kita," kata Edy.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakpus mendakwa Edy melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsidair Pasal 14 Ayat (2) UU yang sama.

Atau, kedua, Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Teknologi (ITE) atau ketiga Pasal 156 KUHP.

285