
Mojokerto, Gatra.com– Upaya penguatan ketahanan pangan dan energi, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) melakukan transformasi pangan. Langkah yang dilakukan, salah satunya dengan melakukan restrukturisasi menyeluruh terhadap bisnis gula PTPN Group.
Salah satunya adalah Pembentukan PT Sinergi Gula Nusantara (SugarCo), PT Sinergi Sawit Nusantara (PalmCo), dan PT Aset Manajemen Nusantara (SupportingCo). Hal itu diharapkan akan mendukung percepatan swasembada gula untuk kedaulatan pangan, serta mendorong terwujudnya energi baru terbarukan (EBT).
"Integrasi PTPN Group, khususnya melalui SugarCo, guna mewujudkan swasembada gula konsumsi pada tahun 2028 dan gula industri pada tahun 2030,” ujar Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/10).
Selain itu, lanjut dia, untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani tebu melalui peningkatan produktivitas dan rendemen. Juga menjaga stok gula konsumsi untuk stabilisasi harga
Selain itu, peningkatan produksi tebu nasional juga diharapkan akan beriringan dengan peningkatan produksi bioethanol berbasis tebu dalam rangka ketahanan energi. Serta pelaksanaan energi bersih melalui penggunaan bahan bakar nabati (biofuel).
Sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), Pemerintah telah memasukkan integrasi Group Perkebunan Nusantara melalui pembentukan SugarCo, PalmCo, dan SupportingCo ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2022.
SugarCo, lanjut Abdul Ghani, merupakan wujud dari akselerasi transformasi bisnis di holding klaster perkebunan dan kehutanan, selain PalmCo dan SupportingCo.
Sebagai entitas tunggal dari 36 pabrik gula (PG) milik PTPN Group, SugarCo akan menjadi perusahaan gula terbesar di Indonesia dengan proyeksi pengembangan lahan tebu nasional dengan berkolaborasi dengan Perhutani dan petani tebu hingga mencapai 700 ribu hektare di 2030 mendatang.
Abdul Ghani mengatakan, pada tahun 2021 produksi gula kristal putih (GKP) Nasional sebesar 2,35 juta ton dengan kebutuhan konsumsi gula nasional sebesar 3,12 juta ton. Dengan demikian, sisa kebutuhan gula nasional terpaksa harus dipenuhi melalui impor sebesar 1,04 juta ton setara GKP.
Namun, Abdul Ghani optimistis, jika SugarCo sudah memiliki luas lahan sebagaimana yang ditargetkan, akan mampu menguasai 60%-70% pasar gula nasional. “Dengan demikian, diharapkan akan menghilangkan impor gula yang selama ini menjadi permasalahan dan kekhawatiran para petani tebu,” ungkapnya.
Menurut Abdul Ghani, sejalan dengan peningkatan produktivitas gula, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi, maka akan meningkatkan potensi produksi bioethanol berbasis tebu dengan target sebanyak 1,2 juta kiloliter di tahun 2030. Hal ini, menjadi penting untuk substitusi kebutuhan impor minyak mentah yang dapat digunakan untuk bauran energi kendaraan yang ramah lingkungan.
Langkah PTPN Group dalam pengembangan bioethanol, sejalan dengan sustainable energy transition yang menjadi salah satu agenda prioritas G-20 di Bali, selain global health architecture dan digital transformation. “Tentunya, ini akan memberikan alternatif bagi negara untuk mengurangi beban ketergantungan impor bahan bakar fosil, yang juga akan bermuara pada ketahanan nasional di sektor energi,” ujarnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengatakan bahwa pihaknya siap bersinergi mendukung penggunaan dan pengujian biofuel. “Uji coba penggunaan biofuel E5 ini adalah bentuk komitmen Pertamina dalam meneruskan upaya transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan dan sustainable,” ujarnya.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, salah satu program prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo adalah selalu menekankan pembangunan ekosistem. Dimana Indonesia harus dapat mengatasi ketergantungan terhadap rantai pasok dunia, khususnya untuk sektor pangan dan energi.
“Pembentukan PT SGN ini membuktikan bahwa BUMN siap membangun ekosistem bisnis di tengah ketidakpastian industri pangan dan global,” ujarnya.
Erick menyampaikan, transformasi dari Holding Perkebunan Nusantara sejatinya sudah berjalan dengan baik. Ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional yang terus dikawal oleh pemerintah.