Home Ekonomi KSP: Bicara Hilirisasi Sekarang Itu Aneh, Sudah Ada Sejak Zaman Dulu

KSP: Bicara Hilirisasi Sekarang Itu Aneh, Sudah Ada Sejak Zaman Dulu

Jakarta, Gatra.com – Kepala Staf Presiden Bidang Perekonomian, Edy Priyono, mengatakan bahwa pengolaan bahan tambang sebetulnya sudah ada seja zaman Indonesia belum merdeka. Oleh karena itu, ia mengaku aneh kalau baru ramai-ramai dibicarakan sekarang.

“Hilirisasi itu sudah berjalan sejak zaman Belanda. Bahkan kalau saya bilang itu sudah sejak zaman kerajaan-kerajaan. Sejarah menunjukkan, kita dulu sudah punya mahkota. Itu menunjukkan kalau kita sudah bisa ngolah emas,” ujar Edy dalam talkshow gelaran GATRA berkolaborasi dengan The Purnomo Yusgiantoro Center bertajuk “Masa Depan Hilirisasi Minerba” di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Sabtu (20/1/2024).

Di samping itu, Edy juga mengatakan bahwa permasalahan hilirisasi pada saat ini juga terletak pada persoalan tenaga kerja. Ia juga menyoroti banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja di industri hilir di Tana Air. Ia menilai hal itu menjadi ironis.

“Sudah gitu pakai tenaga kerja orang asing lagi, investasi asing, dan sebagainya sehingga kita harus ada transfer of knowledge dan sebaginya. Nah, ini menjadi ironis,” kata Edy.

Itu hilirisasi ditilik dari sisi sejarah. Sebagai perwakilan presiden, Edy juga mengatakan bahwa pemerintah punya pandangan tersendiri mengenai hilirisasi. Menurutnya, hilirisasi bisa membawa Indonesia keluar dari jebakan middle trap income dan menyambut baik indonesia Emas 2045.

Edy berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan itu, ekonomi Indonesia wajib tumbuh konsisten di kisaran 5-6% setiap tahunnya. “Sementara ini kita sudah dibantu oleh industri hulu,” ujarnya.

Meski begitu, Edy mengakui bahwa untuk mencapai itu akan menemui jalan terjal. Pasalnya, menurut estimasinya, terdapat sekitar 2,5 tenaga kerja baru yang lahir setiap tahunnya. Dengan demikian, lapangan kerja sejumlah yang sama juga haru disiapkan untuk menampung para tenaga kerja itu.

“Jangan sampai mereka jadi benalu atau bekerja di sektor-sektor pekerjaan yang kurang layak atau sektor informal,” tutur Edy.

68