Home Politik Beberkan Temuan Kerusuhan 22 Mei, Komnas HAM Nilai Polisi Coreng Penegakan Hukum

Beberkan Temuan Kerusuhan 22 Mei, Komnas HAM Nilai Polisi Coreng Penegakan Hukum

Jakarta, Gatra.com - Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai penjabaran materi kasus kerusahan 21-22 Mei oleh kepolisian kepada publik beberapa waktu lalu di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko polhukam), mencoreng keberimbangan penegakan hukum.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, mengatakan penyebaran informasi tersebut akan berdampak munculnya anggapan penegakan hukum telah dipengaruhi kepentingan politik.

"Kami menyayangkan yang kurang pas pendekatannya. Setiap kali ada pengungkapan kasus, itu dilakukan di Kemenko Polhukam. Kalau itu bahan dari penegakan hukum, harusnya di kantor Kepolisian. Itu yang menurut saya tidak pas, keliru. Jangan salah kalau masyarakat menangkapnya lain," ujarnya kepada Gatra.com, di Jakarta, Rabu (12/6).

Baca Juga: Rusuh 22 Mei, Komnas HAM: Masih Dikaji Lebih Jauh

Selain itu, ia melihat keterangan dari saksi maupun pelaku harus diuji di pengadilan, bukan di depan publik. Saksi maupun tersangka, memiliki kesempatan yang sama untuk membela diri di pengadilan.

"Kalau seandainya apa yang disampaikan lebih dulu di depan publik berbeda dengan di pengadilan, dan hakim meyakini di depan pengadilan yang paling benar, maka ini kan bisa kisruh," jelasnya.

Anam juga khawatir dalam proses penegakan hukum nantinya, hakim bisa framing jika kesaksian sudah dilakukan di depan publik. Ia juga mempertanyakan perlindungan saksi dan korban yang akan terganggu, karena mudahnya menghilangkan barang bukti dan jejak akibat kesaksian di depan publik.

"Saksi bisa mendapat ancaman dan lain-lain. Artinya, tidak baik dari sisi penegakan hukum. Harus terklasifikasi mana yang harus diketahui publik dan mana yang tidak bisa untuk penegakan hukum, agar penegakan hukumnya efektif," ujarnya.

Ia berharap kepada pihak kepolisian tidak lagi menyebarkan keterangan saksi kepada publik di Kantor Kemenko Polhukam. Keterangan pers sebaiknya dilakukan di kantor polisi agar tidak memunculkan narasi politik di masyarakat, bukan narasi hukum.

"Kalau orang menangkapnya narasi politik, yang ada adalah (anggapannya) ini narasi kekuasaan. Kami harap Tito (Kapolri) dan jajarannya mulai menyampaikan secara terbatas apa yang mereka dapatkan," imbaunya.

305