Home Hukum Di Era Jokowi, Pidana Vonis Hukuman Mati Bertambah

Di Era Jokowi, Pidana Vonis Hukuman Mati Bertambah

Jakarta, Gatra.com - Imparsial menyoroti pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam memberikan vonis hukuman mati. Secara umum, ada empat macam kasus yang melatari penentuan vonis mati terhadap terdakwa yaitu kasus narkoba, pembunuhan, terorisme, dan pencurian dengan kekerasan.

Namun, Imparsial mencatat, dari segi peraturan perundang-undangan, pada periode pertama era pemerintahan Joko Widodo (2014-2019) terjadi penambahan jenis tindak pidana yang diancam dengan pidana mati dalam sejumlah aturan hukum.

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad mengatakan, ada penambahan pasal hukuman mati yang dapat dilihat dalam dua Undang-Undang (UU) yang belum lama ini disahkan, yaitu UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; dan UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Bertambahnya jenis tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati tersebut semakin melegitimasi dan memperkuat praktik hukuman mati Indonesia," kata Hussein di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (10/10).

Hussein menerangkan, adanya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sebelumnya ditunda, juga memiliki potensi untuk meningkatkan hukuman mati di Indonesia.

"Selain dua undang-undang di atas, dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang hingga kini masih berada dalam proses pembahasan di DPR juga terdapat potensi penambahan sejumlah jenis tindak pidana yang diancam dengan pidana mati," katanya.

Sementara itu, perlindungan bagi buruh migran Indonesia di luar negeri masih juga belum optimal. Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, meski selama periode 2014-2019 pemerintah telah membebaskan 443 WNI dari hukuman mati di luar negeri, namun masih banyak juga yang hingga saat ini masih terancam jenis pemidanaan ini, yakni sebanyak 165 orang.

Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri menambahkan, adanya dualisme pemerintah Indonesia dalam praktik hukuman mati di dalam dan luar negeri sangat menghambat penghentian praktik hukuman mati. Sifat dualisme tersebut juga dinilai menjadi hambatan yang signifikan bagi upaya perlindungan buruh migran.

"Di satu sisi seperti di KUHP pengen didorong penetapan, melalui dengan mengubah hukuman mati dari yang tadinya pokok menjadi alternatif. Tapi di sisi lain perkembangan hukum proses legislasi justru malah semakin melegitimasi dan memperkuat. Yang itu dilihat dari banyaknya tindak pidana baru yang diancam dengan hukuman mati mulai dari UU perlindungan anak, kemudian terorisme, KUHP juga banyak," terang Ghufron.

 

760