Home Internasional Presiden Republik Gelo Gelar Aksi Solidaritas George Flyod

Presiden Republik Gelo Gelar Aksi Solidaritas George Flyod

Bandung, Gatra.com - Kematian warga kulit hitam di Amerika, George Flyod memicu gelombang aksi di negeri tersebut. Bahkan, gelombang demonstrasi meluas hingga belahan dunia lain, termasuk di Indonesia. 
 
Di Bandung, aksi solidaritas untuk George Flyod dilakukan oleh seseorang seniman yang bergelar Presiden Republik Gelo, Gusjur Mahesa alias Agus Priyanto. 
 
Agus yang aktif di teater dan sekaligus dosen Pendidikan Bahasa Indonesia di STKIP Siliwangi Cimahi itu menggelar aksi seorang diri di depan Gedung Sate, Senin (8/6). 
 
Dengan selembar karton bertuliskan "No-Tramp, No-Racism. I Can't Breathe,  Save George Flyod. Save Palestina. I Love You," Gusjur melakukan aksi dengan berswafoto atau selfi. Gusjur mengaku turut prihatin dan mengecam kejadian rasial yang kini memanas di Amerika itu.
 
"Hari ini saya memilih aksi seorang diri, sebagai Presiden Republik Gelo, solidaritas dan kesadaran yang bermula dari individu. Saya menyasar kesadaran individu. Ini bagian dari pendidikan," ujarnya di lokasi.
 
"Kadang, demo yang bareng-bareng itu bisa saja diarahkan untuk kepentingan lain. Kesadsraj individu itu penting," tambahnya.
 
Selain membawa selembar karton aspirasi, Gusjur beraksi dengan mengenakan jaket dipenuhi tempelan berbagai emblem. Ia juga membawa sejumlah penutup kepala, seperti kopeah, topi Jepang, wig, topi bertanduk khas Viking, ikat batik, dan lainnya.
 
Secara bergantian Gusjur mengenakan beragam penutup kepala tersebut. Gusjur mengatakan, hal itu merupakan simbol dari keberagaman.
 
"Gusti itu menciptakan manusia serta kebudayaan yang bermacam-macam. Semua itu indah dah harus dihargai. Saya mencintai masyarakat Amerika, tapi mengecam penindasan rasial," katanya.
 
"Di Amerika rasisme dan perbudakaan itu dari dulu. Bahkan hingga tahun 1960-an perbudakan masih saja terjadi," imbuhnya.
 
Gusjur memandang, yang sangat penting dan berharga itu adalah perdamaian. Dengan aksi tersebut, Gusjur berharap masyarakat dapat semakin memahami dan menghargai keberagaman. Dengan begitu, penindasaan dan kekejaman yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lain tidak menjadi-jadi.
 
"Seperti nu gelo (orang gila), mereka mah damai. Tidak suka menindas atau bertikai," tuturnya.
 
Selagi aksi, Gusjur sesekali mengajak sejumlah orang yang berada di lokasi untuk berswafoto bersamanya. Bahkan sejumlah petugas Kepolisian dan petugas keamanan Gedung Sate pun turut dibujuk berswafoto, meski tak membuahkan hasil.
 
Seorang warga, Rani (28), yang sedang melintas dan sempat meliha aksi Gusjur turut berkomentar. Rani termasuk ya g turut prihatin atas kekerasan rasial tersebut. Rani tak heran jika insiden di Amerika itu terus meluas, sebab baginya, kematian Flyod sejatinya adalah duka kemanusiaan.
 
"Saya tahu kabar itu dari berita internasional. Saya ikut prihatin, semoga kejadian itu tak terulang," ujarnya.
 
Floyd sendiri merupakan warga kulihat hitam asal Minneapolis, Amerika. Ia diketahui meninggal lantaran kehabisan nafas setelah lehernya ditindih oleh Derek Chauvin. Polisi menanggapi laporan bahwa korban memberi barang dengan uang palsu. Insiden yang terjadi pada 25 Mei lalu menyulut gelombang aksi di banyak negara, tak terkecuali Indonesia.
 
Kematian Flyod dimaknai sebagai bentuk kekerasan aparat polisi terhadap warga kulit hitam, akibatnya isu rasisme pun menjadi mencuat.
461