Home Politik Ragu-Ragu Opsi Baru

Ragu-Ragu Opsi Baru

Kampanye virtual menjadi salah satu opsi yang muncul dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, demi meminimalisir terjadinya kerumunan massa. Langkah ini juga dinilai sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona jenis baru (Covid-19). Pro dan kontra tetap terjadi.

Komisi Pemilihan Umum ( KPU) memutuskan memperpendek masa kampanye Pilkada 2020. Dibandingkan dengan Pilkada tahun 2018 yang memiliki masa kampanye 129 hari, masa kampanye pada Pilkada 2020 dipangkas menjadi 71 hari. Aturan soal masa kampanye itu tertuang dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020.

Dalam PKPU tersebut. diatur bahwa masa kampanye dilaksanakan selama 11 Juli 2020 hingga 19 September 2020. Metode kampanye yang diberlakukan pun masih tetap sama dengan sebelumnya, yaitu pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, penyebaran bahan kampanye kepada umum, hingga pemasangan alat peraga. Ada pula debat terbuka antarpasangan calon serta kampanye melalui media massa. Belakangan ada usulan kampanye virtual.

Pro kontra pun terjadi. Pasalnya, sistem kampanye secara virtual di tengah pandemi Covid-19 dinilai merupakan suatu hal yang menyulitkan. Terlebih bagi calon-calon baru yang mengikuti kontestasi Pilkada. Namun berbeda dengan calon petahana yang dinilai diuntungkan karena sudah dikenal khalayak ramai.

Partai Golkar Jawa Tengah pun melihat, penyelenggaraan kampanye politik dengan mengumpulkan massa di satu lokasi mustahil dilakukan saat Pandemi Covid-19. Cara paling aman dengan memakai media virtual. “Namun, perlu selektif memilihnya supaya tidak melanggar aturan kampanye,” ungkap Sekretaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Juliyatmono kepada Gatra.com di Karanganyar, Selasa (23/6).

Dikatakannya, Pilkada serentak di 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah pada 9 Desember 2020 tidak bisa lagi mundur. Di wilayah eks Karesidenan Surakarta, Golkar mantap menurunkan rekomendasi calon untuk Pilkada di Kabupaten Wonogiri dan Boyolali. Di dua kabupaten itu diprediksi calon yang diusungnya akan melawan kotak kosong alias menang mutlak.

Sedangkan kontestasi politik di tiga kabupaten dan satu kota lainnya lebih dinamis. Golkar masih wait and see sebelum merekomendasi calon. Seperti di Solo. Semuanya seakan menanti rekomenasi calon dari PDIP untuk bisa melangkah. Terlebih, proses pencalonan dari perseorangan akan ditutup pada akhir Juni, katanya.

Sementara itu dikatakan pria yang juga menjabat Bupati Karanganyar ini, Pilkada 2020 sedianya rampung akhir tahun 2020. Itu berkaitan pembiayaan kegiatan pemilu yang sulit dilanjutkan jika melewati tahun anggaran 2020. "Konsekuensinya harus dihadapi. Banyak kekhawatiran jika muncul gelombang kedua Covid-19," katanya.

Kampanye virtual menjadi salah satu konsekuensinya. Hanya saja, KPU perlu segera mengatur regulasi kampanye daring tersebut. Jangan sampai penggunaan sarana yang tak terkontrol, justru dianggap mencurangi aturan. Setahu dirinya, masing-masing pasangan calon kepala daerah mendaftarkan media daring yang akan dipakainya menyosialisasikan program politik ke penyelenggara pemilu.

"Tidak semua akun boleh mengampanyekan calon kepala daerah. Kalau ditemukan adanya akun tak terdaftar di penyelenggara pemilu mengampanyekannya, seharusnya diberi sanksi. UU ITE dipakai sebagai perangkat mengatur kampanye virtual," katanya.

Terpisah, Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Solo FX Hadi Rudyatmo menilai, Pilkada kurang pas digelar pada Desember 2020. Pasalnya, di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai, akan sangat rawan terhadap politik uang.

Menurutnya, Pilkada yang dilakukan di tengah pandemi Covid-19 semacam sangat tidak wajar. Sebab pesta demokrasi identik dengan kegembiraan. Rudy menekankan, saat ini mesin partai sudah berjalan. Namun persoalannya adalah apakah warga memanfaatkan hak pilihnya atau tidak. ”Tidak ada yang bisa menjamin pemilih datang ke TPS atau tidak. Kami juga tidak bisa menjamin,” ucapnya.

Lagi pula dengan kondisi semacam ini, tidak ada yang bisa memantau pelaksanaan Pilkada secara maksimal. Sehingga sangat rawan dengan politik uang. ”Bahkan bisa saja masyarakat pun hanya mau datang ke TPS jika ada amplop. Sebab tidak ada yang bisa memantau. Ini yang membuat Pilkada gagal karena pemilihannya dipaksakan dan tidak sesuai dengan target KPU,” bebernya.

Namun pria yang akrab disapa Rudy ini menekankan pihaknya siap kapan pun Pilkada digelar. Sebab selama ini mesin partai sudah berjalan dengan baik. Kader partai sudah aktif membantu masyarakat dalam penanganan Covid-19. ”Teman sudah terjun di masyarakat, setiap hari penyemprotan disinfektan. Ini sudah melebihi kampanye,”ucapnya.

Ketua KPU Jawa Tengah, Yulianto Sudrajat mengatakan, terkait anggaran Pilkada serentak, 21 kabupaten/kota sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Termasuk di beberapa daerah sudah menyanggupi akan membantu untuk alat pelindung kesehatan dan sebagian juga membantu anggaran.

"Tapi antara kebutuhan dan efisiensi yang dilakukan KPU dan kesanggupan masing-masing daerah itu kan berbeda-beda. Kekurangan itu juga sudah kami sampaikan kepada Gubernur. Selain itu melalui KPU RI juga akan dimintakan melalui APBN," tandasnya. Muh Slamet

 

 

41