Home Hukum Soal Terorisme dan Radikalisme, Ini Kata Kemen PPPA dan BNPT

Soal Terorisme dan Radikalisme, Ini Kata Kemen PPPA dan BNPT

Jakarta, Gatra.com - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati, menanggapi soal aksi terorisme dan radikalisme yang telah terjadi di gerbang Gereja Kathedral Makassar dan di Markas Besar (Mabes) Polri Jakarta, yang melibatkan perempuan sebagai pelakunya.

Ratna menerangkan, kerentanan serta ketidaktahuan perempuan juga turut menjadi sasaran masuknya pemahaman dan ideologi yang menyimpang, sehingga mereka kerap dimanfaatkan dalam aksi radikalisme dan terorisme. Selain itu, keterbatasan akses informasi yang dimiliki, dan keterbatasan untuk menyampaikan pandangan dan sikap, juga turut menjadi faktor pemicu.

"Disini lah pentingnya ketahanan keluarga dan strategi komunikasi yang baik untuk membangun karakter anak dengan menginternalisasi nilai-nilai sesuai norma hukum, adat, agama, dan budaya, terangnya," papar Ratna dalam keterangan resmi yang diterima Gatra (3/4).

Ia pun menilai bahwasanya ketahanan keluarga dan strategi komunikasi yang baik, sangat dibutuhkan sebagai pondasi dan filter dalam pengasuhan anak di keluarg. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi dan informasi saat ini serta bervariasinya modus-modus kejahatan baru. Disisi lain sebagai upaya menangani persoalan terorisme dan radikalisme di Indonesia, pemerintah tentunya tidak bisa bergerak sendiri. Perlu sinergi dari semua pihak, termasuk dari civil society atau masyarakat sipil. Pentingnya sinergi semua pihak, baik civil society untuk bergerak secara masif dan berkelanjutan, khususnya dengan melakukan early warning sistem atau sistem deteksi dini.

Senada dengan Ratna, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Akhmad Nurwakhid, menekankan pentingnya memperkuat civil society dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, khususnya tokoh agama serta tokoh masyarakat dalam memerangi adanya pemahaman dan ideologi menyimpang yang mengarah pada aksi terorisme dan radikalisme.

"Setiap orang berpotensi memiliki pemahaman radikal, disini lah pentingnya ajaran dalam bentuk narasi dari para tokoh masyarakat dan tokoh agama yang mengandung budi pekerti, pembangunan karakter, serta nilai-nilai positif, supaya masyarakat kebal terhadap ancaman pemahaman radikal," kata Akhmad.

Dia menuturkan, bahwa adanya anggapan perempuan memiliki perasaan yang lebih sensitif, peka, emosi labil, dan sikap taat pada suami cenderung membuat mereka lebih mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan teroris laki-laki dalam melakukan aksinya. Menindaklanjuti persoalan ini, BNPT telah berupaya menanggulanginya, di antaranya dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang sudah dibentuk di 32 Provinsi guna melakukan sosialisasi kepada generasi muda, termasuk perempuan, dan anak.

"Aksi radikalisme dan terorisme bukanlah bentuk monopoli satu agama, melainkan ada di setiap agama, kelompok, bahkan berpotensi ada di setiap individu manusia. Segala bentuk terorisme yang mengatasnamakan agama, sejatinya adalah manipulator agama dan tidak terkait dengan agama apapun. Ini menjadi musuh kita bersama, kita harus bersatu untuk menanggulanginya," tegasnya.

 

4560