Home Hukum Ahli Keuangan Sampaikan Pendapat, Henry Surya Nilai Dakwaan Tak Masuk Akal

Ahli Keuangan Sampaikan Pendapat, Henry Surya Nilai Dakwaan Tak Masuk Akal

Jakarta, Gatra.com – Dua sidang berlangsung di dua pengadilan. Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Ketut) Sumedana, Rabu (21/12), Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli keuangan negara dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri pada beberapa perusahaan periode tahun 2012–2019.

Ketut menyampaikan, ahli keuangan negara Siswo Sujanto pada persidangan Selasa (20/12), menyampaikan pendapatnya dalam sidang perkara yang membelit terdakwa Rennier Abdul Rachman Latief dan Edward Seky Soeryadjaya.

“Pokoknya menerangkan, uang yang dikelola oleh perusahaan asuransi BUMN merupakan uang negara,” katanya.

Baca Juga: Jaksa Sita Eksekusi 179,4 Hektare Tanah Bentjo di Kabupaten Bekasi terkait Jiwasraya dan Asabri

Pasalnya, uang tersebut bersumber dari iuran peserta dari jaminan sosial untuk prajurit TNI, anggota Polri dan PNS yang berasal dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang meliputi pelaksanaan asuransi dari jaminan kematian, asuransi dan kecelakaan kerja, asuransi dan jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

“Ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” katanya.

Sedangkan untuk besaran kerugian negaranya adalah selisih dari jumlah yang seharusnya tidak keluar dari kas negara atau ke negara dengan jumlah yang menurut kenyataan dikeluarkan dari kas negara.

Menurutnya, dalam kaitan tersebut, perlu diperhatikan bahwa menurut hukum keuangan negara, perhitungan besaran kerugian negara selalu dikaitkan dengan besaran alokasi anggaran yang tersedia dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dengan penyediaan dana dimaksud yang tertuang dalam APBN, dalam hal ini Rencana Bisnis dan Anggaran perusahaan asuransi BUMN.

Sementara itu, pada hari yang sama berlangsung sidang perkara dugaan penipuan dan penggelapan serta pencucian uang terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) dengan agenda pemeriksaan terdakwa Henry Surya.

Dalam persidangan tersebut terjadi perdebatan antara bos KSP Indosurya itu dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Jakbar. Perdebatan berlangsung karena Henry menilai dakwaan terhadapnya tidak masuk akal.

Perdebatan JPU versus terdakwa Henry yang dihadirkan secara virtual dari Kejagung, Jakarta, pada Selasa malam, berawal ketika JPU menanyakan soal jabatan June Indria, salah satu anak buah terdakwa di KSP Indosurya yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.

Henry mengaku tidak mengetahui secara detail jabatan yang bersangkutan. Ia menyampaikan, secara umum June? bertugas mengurus dan mengelola simpanan anggota KSP Indosurya.

Atas jawaban tersebut, JPU menanyakan apakah diperbolehkan menerima simpanan di luar dari anggota koperasi, Henry menjawab, itu dimungkinkan kalau dalam bentuk modal penyertaan.

Jaksa kemudian menanyakan tentang 23 ribu anggota yang menjadi korbana KSP Indosurya. Henry mengatakan, dakwan yang dituduhkan kepadanya adalah keliru. Menurutnya, karena banyak yang dinilai sebagai simpanan, padahal itu pinjaman.

“Itu dianggap semua data PPATK semua yang masuk dianggapnya sebagai simpanan, padahal itu pinjaman,” katanya.

Ia melanjutkan, dengan demikian, sebanyak 23 ribu tersebut bukan sebagai anggota KSP Indosurya melainkan sebagai simpanan anggota dan sisanya adalah pinjaman. “Jadi PT-PT [perusahaan] yang membayar utang dianggapnya sebagai simpanan,” katanya.

Sedangkan ketika JPU menanyakan berapa jumlah simpanan di KSP Indosurya, Henry mengatakan, sejumlah Rp106 triliun. Adapun untuk jumlah pinjamannya, ia mengaku tidak tahun.

Lantas JPU menanyakan soal dari mana terdakwa tahu jumlah simpanan dan pinjaman, Henry dengan nada meninggi bahwa pertanyaan tersebut tidak masuk akal. “Ya saya tahulah kan pasti ada pinjaman, masa nol Pak Jaksa. Itu kan tidak masuk akal,” ujarnya.

JPU mempertanyakan bagian mana lagi dakwaan yang tidak masuk akal dalam poin dimaksud. Henry mengatakan, soal ada pinjaman atau tidak. “Yang jelas ada pinjaman,” ujarnya.

Jaksa terus menanyakan bagian mana lagi surat dakwaan yang tidak masuk akal. Henry mengatakan, semua dakwaan tidak jelas. “Semuanya Pak Jaksa, salah,” katanya.

Henry mengaku bersama tim kuasa hukumnya tengah merinci semua kesalahan surat dakwaan terhadapnya. “Akan saya akan masukan ke pledoi [nota pembelaan] saya,” katanya.

Baca Juga: Kuasa Hukum: Ahli Sebut Kerugian Perkara Indosurya Rp16 Triliun

Sebelumnya, Kejagung menyampaikan bahwa kasus KSP Indosurya yang membelit Henry dan June disidangkan di PN Jakbar. Dalam perkara ini, kata Jampidum Fadil Zumhana, KSP Indosurya diduga mengumpulkan uang ilegal hingga mencapai sekitar Rp106 triliun.

Fadil mengatakan, pihaknya melindungi korban KSP Indosurya yang jumlahnya kurang lebih 23 ribu orang. Adapun jumlah kerugian sebagaimana LHA PPATK Indosurya, mengumpulkan dana secara ilegal sebanyak Rp106 triliun.

Dalam perkara ini, Tim JPU Kejari Jakbar mendakwa Henry Surya dan June Indria melanggar Pasal 46 Ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 3 juncto Pasal 10 UU TPPU atau pasal 4 juncto Pasal 10 UU TPPU.

614