Home Hukum Ketum PP Muhammadiyah: Tak Ada Warga Miskin Korupsi, Pelakunya Pejabat yang Hidup Mewah

Ketum PP Muhammadiyah: Tak Ada Warga Miskin Korupsi, Pelakunya Pejabat yang Hidup Mewah

Yogyakarta, Gatra.com – Masifnya perilaku korupsi oleh pejabat dan elit negara menandakan sistem pencegahan yang tidak bagus dan menghadirkan dampak berantai seperti lingkaran setan.

Dalam refleksi akhir tahun, PP Muhammadiyah menegaskan pemberantasan korupsi harus berkesinambungan dan tidak boleh berhenti karena politik praktis.

“Masih banyaknya celah terbuka menjadikan pejabat dan elit negeri ini tergoda memanfaatkan peluang korupsi. Jangankan di keadaan normal, dalam kondisi terkena bencana mereka masih korupsi,” kata Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Kamis (29/12).

Menurutnya, perilaku korupsi akan selalu menjadi perhatian besar bagi publik negeri ini karena dua faktor. Pertama, tindak pidana korupsi selalu dilakukan oleh pejabat dan elit negara yang memiliki kekuasaan. Padahal mereka memiliki taraf hidup lebih dari cukup.

“Tidak ada masyarakat miskin yang korupsi. Korupsi dilakukan orang yang mewah yang sudah berkecukupan,” kata Haedar.

Baginya, kondisi ini menandakan ada sesuatu yang kurang dalam pendidikan moral, yaitu rasa cukup. Korupsi selalu muncul dari orang-orang yang tidak pernah merasa cukup.

Adapun faktor kedua adalah tidak adanya sistem pengendalian dan penanganan kasus korupsi yang bagus. Penyelenggara negara sudah saatnya mendesain sistem atau peraturan untuk menutup peluang sekecil-kecilnya untuk korupsi.

“Saya membayangkan jika sistem birokrasi tidak panjang dan berbelit, atau ada transparansi soal anggaran maupun bantuan, maka kerawanan munculnya tindak korupsi bisa dihilangkan. Ini yang perlu dilakukan,” kata Haedar yang terpilih sebagai Ketua Umum PP untuk kedua kalinya, November lalu.

Sebagai sebuah gerakan nasional, upaya pemberantasan korupsi harus dimulai dari keteladanan para pejabat dan elit negara. Upaya pemberantasan korupsi juga harus ditegakkan sesuai UU yang kemudian disusul sistem yang baik dan pasti.

Tidak kalah penting, Haedar menyatakan pemberantasan korupsi harus terus berkelanjutan dan tak terhenti karena kepentingan sesaat politik praktis yang pragmatis.

“Prinsipnya jangan mengganggu tatanan sistem pemberantasan korupsi yang sudah berlaku. Jika ingin ikut membangun bangsa dan negara, ikuti saja sistem yang berlaku. Bila memang dinilai kurang sempurna maka diperbaiki, jangan malah dikurang-kurangi,” tutup Haedar.

198