Home Pendidikan Supaya Kesulitan Gus Dur Mencari Menteri dari Santri Tak Terulang

Supaya Kesulitan Gus Dur Mencari Menteri dari Santri Tak Terulang

Yogyakarta, Gatra.com - Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sempat kesulitan mencari menteri dari kalangan santri. Hal itu karena terbatasnya santri yang mumpuni di bidang teknokrasi dan birokrasi saat itu.

Kisah itu disampaikan Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU KH. Hodri Arief dalam acara "Damparan #3: Forum Silaturahmi Kiai – Bu Nyai se-DIY” di Kampus Terpadu Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, di Banyuraden, Sleman, Jumat (4/8).

Untuk itu, agar kisah sulitnya mencari menteri dari santri itu tak terulang, santri harus belajar dan menguasai bidang-bidang yang selama ini belum digarap secara optimal oleh nahdliyin.

“Kiai dan nyai beserta wali santri dapat mengarahkan para santri untuk mewujudkan gagasan NU merawat jagat dan membangun peradaban melalui kemampuan pendidikan dan keilmuan yang mumpuni,” katanya.

Untuk itu, berbagai pihak di NU, terutama pesantren dan perguruan tinggi, harus berkolaborasi. “Kerja sama ini bukan pilihan, tapi suatu kewajiban. Hanya melalui kerja sama dan memperkuat jaringan inilah NU bisa maju,” katanya.

Ia menambahkan, Ketua Umum PBNU juga punya gagasam bahwa kader-kader terbaik NU harus menjadi figur-figur profesional yang kapabel dalam teknologi dan birokrasi. Harapan ini berangkat dari kondisi minimnya kalangan santri yang siap terjun ke bidang-bidang teknokratik, seperti dialami Gus Dur tersebut.

“Jadi gagasan Gus Ketum harus disambut para santri dan kader-kader NU. Santri harus memberi warna positif ke bangsa dan negara dalam jangka panjang,” ujarnya.

Adapun Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita menjelaskan, salah satu bentuk dukungan UNU Yogyakarta ke pesantren adalah tersedianya 250 beasiswa kuliah untuk santri. Beasiswa berupa biaya masuk dan SPP bagi santri yang tidak mampu, tapi memiliki komitmen yang tinggi dalam menuntut ilmu.

“UNU Yogyakarta siap membantu santri dan kalangan nahdliyin yang mau kuliah tapi terkendala biaya. Jadi tidak ada ceritanya santri tidak bisa kuliah karena kesulitan ekonomi,” ujar Widya.

Komitmen ini seiring upaya UNU Yogyakarta untuk mencetak kader NU yang profesional di berbagai bidang yang selama ini belum digarap NU secara optimal, seperti bidang teknologi informasi, keuangan, dan kesehatan.

“Mayoritas kampus-kampus NU fokus pada studi agama. Ini penting, tapi harus diimbangi dengan pengembangan di bidang-bidang lain,” tuturnya.

Untuk itu, UNU Yogyakarta juga berencana mendirikan School of Future Studies bersama Uni Emirat Arab (UEA). "Sekolah ini akan fokus mengkaji studi-studi masa depan, sehingga santri tidak akan ketinggalan," ujar Widya.

 

103