Home Kesehatan Plus Minus MPASI Fortifikasi, Berikut Penjelasannya

Plus Minus MPASI Fortifikasi, Berikut Penjelasannya

Jakarta, Gatra.com- Dalam berbagai forum, banyak ibu di Indonesia yang mempertanyakan apakah MPASI fortifikasi aman untuk bayi. Pertanyaan ini timbul karena MPASI fortifikasi termasuk makanan pabrikan dan ada persepsi bahwa makanan pabrikan tidak baik untuk bayi.

Sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab atas standarisasi pangan olahan di Indonesia, Pakar Teknologi Pangan sekaligus Anggota Tim Pakar Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc menjelaskan bahwa dalam bidang industri, proses pengeringan makanan umum dilakukan masyarakat dalam keseharian agar makanan menjadi awet. Sebagai contoh, roti tawar dikeringkan menjadi roti kering, ataupun daging dikeringkan menjadi dendeng.

Baca juga: Bayi Kurang Zat Besi Rentan Anemia

Jadi, lanjut dia, makanan pabrikan itu cepat penyajiannya karena sudah dimasak sebelumnya, dan awet karena telah dikeringkan. Dengan demikian, makanan pabrikan tidak perlu mengandung bahan pengawet karena bentuknya sudah kering sehingga awet dengan sendirinya.

"Dengan begitu, asumsi bahwa makanan pabrikan itu pasti mengandung pengawet tambahan tidak selalu benar adanya. Dalam bidang industri, salah satu makanan yang melalui proses pengeringan agar lebih awet adalah makanan bayi yang dikeringkan menjadi MPASI fortifikasi," papar Prof Sugiyono dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/9).

Yang sering hilang di konteks perbincangan mengenai makanan pabrikan adalah tujuannya yang positif, yaitu untuk memberikan kesetaraan akses terhadap gizi di Indonesia. Pembuatan makanan pabrikan yang awet tentu memungkinkan distribusi makanan sampai ke daerah-daerah terpencil dan jauh.

Hal ini sangat menguntungkan di negeri kepulauan seperti Indonesia, di mana pengiriman makanan memerlukan waktu relatif lama. Dengan adanya makanan pabrikan yang awet, masyarakat di daerah terpencil tetap bisa mendapatkan akses makanan yang berkualitas.

Baca juga: Cegah Malnutrisi, Penuhi Empat Nutrisi MPASI Anak

"Pendapat negatif lain mengenai pemrosesan yang “menghilangkan gizi” pada MPASI fortifikasi juga ingin saya luruskan disini. Tidak dipungkiri bahwa proses pengolahan, termasuk saat kita mengolahnya di rumah seperti memasak, dapat merusak sebagian vitamin yang ada pada makanan," papar Prof Sugiyono.

Pada makanan fortifikasi, sebagian zat gizi yang rusak atau hilang karena proses pengolahan, dapat diatasi dengan menambahkan vitamin dan mineral pada makanan yang telah diolah - hal inilah yang membedakan fortifikasi dengan makanan yang diolah di rumah.

Proses penambahan vitamin dan mineral ini justru bisa memberi tambahan nutrisi yang sangat sulit dipenuhi tiap harinya, misalnya zat besi dan zat gizi mikro lainnya untuk memenuhi kebutuhan bayi.

Sebagai gambaran, bayi berusia 6 bulan ke atas membutuhkan asupan zat besi sebanyak 11 mg/hari. ASI hanya menyediakan sekitar 3% dari 11 mg zat besi, sehingga sisanya perlu diperoleh dari MPASI.

Makanan kaya zat besi seperti daging sapi, hati sapi atau ayam, dan ikan harus dikonsumsi dalam jumlah sekitar 400g untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian. Tentunya itu tidak mungkin dengan kapasitas lambung bayi yang terbatas.

Spesialis Anak, Dr. Mas Nugroho Ardi Santoso menyebut memang ada sebagian berpendapat bahwa MPASI yang baik adalah yang diolah sendiri dan di sisi lain anti terhadap MPASI fortifikasi. Dalam hal ini lebih nyaman menggunakan MPASI pinggir jalan, yang kita tidak pernah tahu proses pembuatannya daripada menggunakan MPASI fortifikasi.

Menurut dr Nugroho, peran gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) menjadi fase terpenting dalam membentuk dan membangun kualitas gizi anak. Kualitas pada 1000 HPK sangat menentukan keberlangsungan kehidupan anak di   masa   depan, misalnya seluruh organ penting dan sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat.

"Perkembangan yang dimulai adalah kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik, dan kematangan sistem imun.1 Bahkan perkembangan otak manusia 80 persen terjadi pada masa 1000 HPK, dan sisanya 20 persen terjadi hingga dewasa," jelas dr Nugroho.

Karena itu selain memperhatikan nutrisi seimbang saat hamil, kemudian memastikan asupan gizi melalui ASI selama 6 bulan. Selain itu, ibu juga harus memperhatikan asupan nutrisi pada fase MPASI saat usia anak di atas 6 bulan.

Pada usia tersebut, dr Nugroho menyebut anak sudah semakin membutuhkan nutrisi yang kompleks dan tidak cukup hanya diberikan melalui ASI.  Anak sudah sangat perlu diberikan dukungan asupan lain melalui makanan pendamping ASI (MPASI).

"Disinilah MPASI fortifikasi sangat bisa digunakan sebagai alternatif nutrisi pendukung tumbuh kembang oleh karena kelebihannya, yaitu sudah ditambahkan vitamin dan mineral sesuai kebutuhan harian," jelas dr Nugroho.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bayi berusia 6-24 bulan yang mengkonsumsi MPASI fortifikasi mencatat kadar hemoglobin, zat besi, dan ferritin (pengikat zat besi) yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang mengkonsumsi MPASI homemade.

Baca juga: Puluhan Ribu Bayi Terkena Peradangan Paru Karena Infeksi

Dalam berbagai penelitian lain juga telah dibuktikan bahwa nutrisi fortifikasi dapat mendukung pertumbuhan anak secara positif. Menurut dia, para ibu harus bijak dalam menyikapi nutrisi MPASI.

"Jika bisa memastikan kualitas nutrisi seimbang sesuai kebutuhan anak silahkan dibuat makanan olahan di rumah," tegas dr Nugroho. Namun tidak juga harus dipaksakan atau idealis untuk anti terhadap nutrisi fortifikasi, padahal disaat yang sama nutrisi anak justru tidak tercukupi karena makanan olahannya tidak berkualitas.

"Mari fokus pada kebutuhan nutrisi seimbang anak, terlepas apakah berasal dari nutrisi olahan sendiri atau dibantu oleh nutrisi fortifikasi," pungkas dr Nugroho.

368