Home Gaya Hidup Alasan Pemprov DKI Tak Ajukan Banding atas Gugatan Warga soal Polusi Udara

Alasan Pemprov DKI Tak Ajukan Banding atas Gugatan Warga soal Polusi Udara

Jakarta, Gatra.com – Sejumlah 32 warga yang terdiri dari anggota LSM lingkungan hidup dan warga sipil biasa yang menamai diri mereka sebagai Koalisi Ibu Kota memenangkan gugatan tentang polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pertengahan September lalu.

Seperti diketahui, para tergugat dalam perkara tersebut meliputi Presiden Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten Wahidin Halim, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Namun, dari sekian banyak pihak tergugat, hanya Anies yang dinilai membuka diri terhadap hasil gugatan itu. Beberapa jam setelah majelis hakim pengadilan memutuskan gugatan tersebut, Anies langsung menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta tak akan mengajukan banding dan menerima penuh putusan majelis hakim tersebut.

“Hari ini juga, PN Jakpus mengabulkan gugatan Koalisi Ibu Kota terkait polusi udara. Pemprov DKI Jakarta memutuskan TIDAK banding dan siap menjalankan putuisan pengadilan dem udara Jakarta yang lebih baiki,” cuit Anies melalui akun Twitter-nya pada 16 September 2021 lalu.

Menurut seorang utusan khusus Gubernur DKI Jakarta untuk perubahan iklim, Irvan Pulungan, langkah yang diambil oleh Anies tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya, pihak Pemprov DKI Jakarta dan pihak penggugat punya pandangan yang sama soal polusi udara di ibu kota.

“Karena kami menganggap visi dan misi yang dilakukan oleh para penggugat itu bertaut dengan visi dan misi Provinsi DKI Jakarta, khususnya Gubernur Anies Baswedan, dalam menyediakan udara yang bersih dan lingkungan yang sehat bagi warga Indonesia,” ujar Irvan dalam sebuah diskusi virtual yang digelar pada Kamis, (7/10/2021).

“Kita nggak bicara hanya DKI Jakarta karena kan ada commuter, warga dari Banten, Jawa Barat, para pekerja yang mungkin bukan warga Jakarta,” imbuh Irvan.

Irvan menyebut bahwa karena terdapat kesamaan pandangan soal udara bersih di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta membuka diri untuk melakukan mediasi dengan pihak penggugat. Mediasi tersebut pun berlangsung dua kali, yaitu pada 13 November 2019 dan 27 November 2019.

“Ternyata dari pertemuan-pertemuan itu tidak hanya bertaut, tapi ternyata kami bicara di tataran yang sama, di kata yang sama, dan di bahasa yang sama,” ujar Irvan.

Hingga saat ini, baru pihak Pemprov DKI Jakarta yang menyatakan tidak akan mengajukan banding. Sementara para tergugat lainnya belum angkat suara. Direktur Yayasan Indonesia Cerah, Adhityani Putri, yang berperan sebagai fasilitator gugatan tersebut, pun mengungkapkan bahwa selama proses mediasi, hanya pihak Pemprov DKI Jakarta yang bersedia membuka diri untuk bermediasi.

“Dari proses mediasi, hanya Gubernur Jakarta, hanya satu dari tujuh tergugat, yang mengajukan tawaran istilahnya untuk ketemu di tengah dengan menawarkan perbaikan,” ujar Dhitri, panggilan Adhityani Putri.

Dari sejumlah 15 gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat, Pemprov DKI Jakarta menyepakati 13 di antaranya. Dari ke-13 gugatan tersebut, beberapa di antaranya adalahs ebagai berikut: penambahan lima belas Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) di Jakarta, pengawasan dan penjatuhan sanksi untuk pencemar udara dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tak bergerak (industri, pembangkit listrik, dan pembakaran sampah), hingga penyusunan strategi dan rencana aksi pemulihan udara Jakarta.

Sementara dua gugatan yang tak disepakati oleh Pemprov DKI Jakarta adalah perkara proses pembakaran insinerasi dan pembangunan enam ruas jalan tol yang merupakan kegiatan strategis nasional.

 

124